Tidak ada Islam melainkan dengan jama’ah, tidak ada jama’ah kecuali dengan imamah, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan
-Umar bin Khattab-
Ustadz Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir merupakan seorang magister lulusan Fakultas Hadits dari Al Jami’ah Al Islamiyah di Madinah. Untuk mendapatkan gelar magisternya, Ustadz Hussain menulis disertasi yang kemudian dipertahankan hingga akhirnya diperoleh derajat imtiyaz (excellent). Disertasi inilah yang kemudian diformat ulang menjadi bentuk buku pada tahun 1987 dan kemudian diberi judul Ath Thariq ila Jama’atil Muslimin (Menuju Jama’atul Muslimin).
Buku ini terdiri atas tiga bagian utama yang ditambah dengan ulasan terhadap empat buah jama’ah yang ada saat ini sebagai sampel pembahasan dari tiga bagian sebelumnya. Sebelum membahas semua bagian dalam buku ini, dalam kesempatan ini akan dijelaskan terlebih dahulu bagian Muqaddimah serta Pendahuluan guna bisa lebih memahami bagian-bagian inti lainnya pada buku ini yang akan dibahas pada waktu-waktu mendatang.
Muqaddimah
Tujuan pembahasan buku ini sangat jelas, bahwa buku ini ingin menjelaskan kepada umat Islam bahwa Jama’atul Muslimin (JM) pada hari ini tidak ada. Karena itu seluruh umat Islam wajib menegakkannya.
Tujuan seperti di atas juga menjadi salah satu latar belakang yang membuat Ustadz Hussain menulis buku ini. Ustadz Hussain dalam penulisan buku ini pada dasarnya hanya mengikuti kaidah ushul fiqih: sesuatu yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya, maka sesuatu itu menjadi wajib. Usaha sungguh-sungguh menegakkan JM adalah wajib, maka menuliskan jalan-jalan untuk menuju padanya pun menjadi wajib. Saya pun berpandangan mempelajari jalan-jalan untuk menegakkan JM pun menjadi wajib agar umat Islam memahami seluk beluk jalan-jalan mewujudkan JM. Karena saat ini pun menurut Ustadz Hussain banyak umat Muslim yang tidak mengetahui kewajiban menegakkan JM. Hal lain yang melatarbelakangi penulisan tema ini adalah kondisi perpecahan, degradasi, dan kehinaan yang menimpa umat Islam akibat tidak adanya khilafah dan qiyadah yang dapat menyatukan pemikiran umat Islam, menghimpun kekuatannya, dan mengakkan panji-panjinya. Ini disebabkan oleh penjauhan Islam dan hukum-hukumnya dari kehidupan manusia kini, bahkan dari kehidupan umat Islam.
Buku ini terdiri dari: (1) muqaddimah, (2) pendahuluan yang menjelaskan definisi JM dalam pandangan Islam, (3) bagian pertama yang membahas tentang struktur organisasi JM (umat, majlis syura dan khalifah), (4) bagian kedua yang menjelaskan tentang terbentuknya JM dengan menguraikan ciri-ciri kehidupan Rasulullah Saw ketika beliau mendirikan negaranya, serta penjelasan tabiat jalan ini[1], (5) bagian ketiga merupakan analisis terhadap beberapa jama’ah Islam yang sedang berjuang mengembalikan JM ke dalam kehidupan umat Islam.
Definisi Jama’atul Muslimin
Jama’ah diartikan secara bahasa sebagai sejumlah besar manusia atau sekelompok manusia yang berhimpun untuk mencapai tujuan yang sama. Menurut syari’at, Asy Syatibi dalam Al I’tisham menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan jama’ah adalah Jama’atul Muslimin apabila mereka menyepakati seorang amir (pendapat ini didukung Ibnu Hajar dalam Fathul Bari). Ustadz Hussain kemudian menyimpulkan bahwa JM adalah jama’ah ahlul aqdi wal hilli apabila menyepakati seorang khalifah umat, dan umat pun mengikutinya. Umat itu identik dengan masyarakat umum, dan umat ini memilih para wakilnya di Majlis Syura, sementara Majlis Syura identik dengan Jama’atul Ulama atau ahlul aqdi wal hilli di dalam umat. Majlis Syura menyepakati seorang amir untuk menjadi khalifah kaum Muslimin secara umum.
Kedudukan Jama’atul Muslimin
- Jama’atul Muslimin mempunyai kedudukan yang mulia dan luhur dalam syari’at Islam. JM merupakan ikatan yang kokoh yang bila ia hancur maka akan hancur pula ikatan-ikatan Islam lainnya, pasif hukum-hukumnya, hilang syiar-syiarnya, dan berpecah belah umatnya.
- Jama’ah ini (JM) adalah jama’ah yang diperintahkan oleh Al Qur’an[2] dan As Sunnah untuk dijaga, dipelihara kesatuannya, dilindungi keutuhannya, dan dicegah dari setiap ancaman dan rongrongan yang akan merusaknya.
Eksistensi Jama’atul Muslimin
Pertanyaan yang amat sangat pantas diajukan kepada semua umat Muslim saat ini adalah : “Adakah Jama’atul Muslimin di dunia saat ini?”. Pertanyaan yang diajukan oleh Ustadz Hussain dalam bagian awal pembuatan buku ini dapat dijawab berdasarkan pemaparan mengenai definisi JM menurut bahasa dan syari’at yang dijelaskan sebelumnya. Sesuai dengan pengertian syar’i, maka jawaban dari pertanyaan tersebut bahwa JM tidak ada lagi di dunia sekarang ini. Yang ada saat ini hanyalah jama’ah dari sebagian kaum Muslimin (jama’atul minal muslimin) dan sebagian negara bagi sebagian kaum Muslimin. Sementara untuk JM sendiri maupun negara kaum Muslimin hingga saat ini belum ada.
Ada beberapa alasan yang menjelaskan kenapa JM saat ini tidak ada:
- Hadits Rasulullah Saw kepada Hudzaifah Al Yaman yang memberitahukan akan datangnya suatu zaman kepada umat Islam, di mana JM tidak muncul di tengah kehidupan umat Islam.
- Adanya beberapa pemerintahan yang memerintah umat Islam. Padahal dalam Islam tidak mengakui selain satu pemeirntahan yang memerintah umat Islam. Bahkan Islam memerintahkan umat Islam agar membunuh penguasa kedua secara langsung[3]. Imam Nawawi menjelaskan apabila ada seorang khalifah yang dibai’at setelah ada seorang khalifah, maka bai’at pertama itulah yang sah dan wajib ditaati. Sedangkan bai’at kedua dinyatakan bathil dan diharamkan taat kepadanya.
- Hadits shahih yang memberitahukan datangnya berbagai fitnah yang menimpa umat Islam sejak Rasulullah Saw wafat sampai hari kiamat.
Dari Umamah al-Bahil, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda, “Sendi-sendi Islam akan runtuh satu demi satu; setiap kali satu sendi runtuh, akan diikuti oleh sendi berikutnya. Sendi Islam yang pertama kali runtuh adalah pemerintahan, dan yang terakhir adalah shalat”(Ahmad).
- Puluhan ayat dan hadits yang menganjurkan persatuan dan keutuhan umat Islam, dan memerintahkan membunuh setiap orang yang berusaha merusak peraturan dan kesatuan tersebut. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Umat Islam senantiasa berpecah belah dalam berbagai kelompok yang justru menyulut pertengkaran dan permusuhan dalam tubuh umat Islam sendiri.
Penegakan pemerintahan merupakan dharurah (tuntutan) dan faridhah (kewajiban) untuk meningkatkan kualitas intelektual dan pembinaan generasi muda Muslim. Ia menjadi dharurah dan faridhah untuk menegakkan aspek-aspek kehidupan umat Islam; politik, militer, ekonomi, dan sosial, atas dasar manhaj Islami dan dengan cara yang dikehendaki Allah SWT dan Rasul-Nya.
[1] Pada edisi terjemahan Bahasa Indonesia, mengenai tabiat jalan ini dipisahkan dalam satu bagian tersendiri.
[2] Ali Imran : 103, Ali Imron : 105, Ar Rum : 31-32, Thaha : 94, At Taubah : 107-108, An Nisa : 59, Ali Imron : 132, dan Al Anfal : 1.
[3] Shahih Muslim dan Shahih Ahmad.
Recent Comments