MENUJU JAMA’ATUL MUSLIMIN (1)

19 04 2010

Tidak ada Islam melainkan dengan jama’ah, tidak ada jama’ah kecuali dengan imamah, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan

-Umar bin Khattab-

Ustadz Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir merupakan seorang magister lulusan Fakultas Hadits dari Al Jami’ah Al Islamiyah di Madinah. Untuk mendapatkan gelar magisternya, Ustadz Hussain menulis disertasi yang kemudian dipertahankan hingga akhirnya diperoleh derajat imtiyaz (excellent). Disertasi inilah yang kemudian diformat ulang menjadi bentuk buku pada tahun 1987 dan kemudian diberi judul Ath Thariq ila Jama’atil Muslimin (Menuju Jama’atul Muslimin).

Buku ini terdiri atas tiga bagian utama yang ditambah dengan ulasan terhadap empat buah jama’ah yang ada saat ini sebagai sampel pembahasan dari tiga bagian sebelumnya. Sebelum membahas semua bagian dalam buku ini, dalam kesempatan ini akan dijelaskan terlebih dahulu bagian Muqaddimah serta Pendahuluan guna bisa lebih memahami bagian-bagian inti lainnya pada buku ini yang akan dibahas pada waktu-waktu mendatang.

Muqaddimah

Tujuan pembahasan buku ini sangat jelas, bahwa buku ini ingin menjelaskan kepada umat Islam bahwa Jama’atul Muslimin (JM) pada hari ini tidak ada. Karena itu seluruh umat Islam wajib menegakkannya.

Tujuan seperti di atas juga menjadi salah satu latar belakang yang membuat Ustadz Hussain menulis buku ini. Ustadz Hussain dalam penulisan buku ini pada dasarnya hanya mengikuti kaidah ushul fiqih: sesuatu yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya, maka sesuatu itu menjadi wajib. Usaha sungguh-sungguh menegakkan JM adalah wajib, maka menuliskan jalan-jalan untuk menuju padanya pun menjadi wajib. Saya pun berpandangan mempelajari jalan-jalan untuk menegakkan JM pun menjadi wajib agar umat Islam memahami seluk beluk jalan-jalan mewujudkan JM. Karena saat ini pun menurut Ustadz Hussain banyak umat Muslim yang tidak mengetahui kewajiban menegakkan JM. Hal lain yang melatarbelakangi penulisan tema ini adalah kondisi perpecahan, degradasi, dan kehinaan yang menimpa umat Islam akibat tidak adanya khilafah dan qiyadah yang dapat menyatukan pemikiran umat Islam, menghimpun kekuatannya, dan mengakkan panji-panjinya. Ini disebabkan oleh penjauhan Islam dan hukum-hukumnya dari kehidupan manusia kini, bahkan dari kehidupan umat Islam.

Buku ini terdiri dari: (1) muqaddimah, (2) pendahuluan yang menjelaskan definisi JM dalam pandangan Islam, (3) bagian pertama yang membahas tentang struktur organisasi JM (umat, majlis syura dan khalifah), (4) bagian kedua yang menjelaskan tentang terbentuknya JM dengan menguraikan ciri-ciri kehidupan Rasulullah Saw ketika beliau mendirikan negaranya, serta penjelasan tabiat jalan ini[1], (5) bagian ketiga merupakan analisis terhadap beberapa jama’ah Islam yang sedang berjuang mengembalikan JM ke dalam kehidupan umat Islam.

Definisi Jama’atul Muslimin

Jama’ah diartikan secara bahasa sebagai sejumlah besar manusia atau sekelompok manusia yang berhimpun untuk mencapai tujuan yang sama. Menurut syari’at, Asy Syatibi dalam Al I’tisham menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan jama’ah adalah Jama’atul Muslimin apabila mereka menyepakati seorang amir (pendapat ini didukung Ibnu Hajar dalam Fathul Bari). Ustadz Hussain kemudian menyimpulkan bahwa JM adalah jama’ah ahlul aqdi wal hilli apabila menyepakati seorang khalifah umat, dan umat pun mengikutinya. Umat itu identik dengan masyarakat umum, dan umat ini memilih para wakilnya di Majlis Syura, sementara Majlis Syura identik dengan Jama’atul Ulama atau ahlul aqdi wal hilli di dalam umat. Majlis Syura menyepakati seorang amir untuk menjadi khalifah kaum Muslimin secara umum.

Kedudukan Jama’atul Muslimin

  1. Jama’atul Muslimin mempunyai kedudukan yang mulia dan luhur dalam syari’at Islam. JM merupakan ikatan yang kokoh yang bila ia hancur maka akan hancur pula ikatan-ikatan Islam lainnya, pasif hukum-hukumnya, hilang syiar-syiarnya, dan berpecah belah umatnya.
  2. Jama’ah ini (JM) adalah jama’ah yang diperintahkan oleh Al Qur’an[2] dan As Sunnah untuk dijaga, dipelihara kesatuannya, dilindungi keutuhannya, dan dicegah dari setiap ancaman dan rongrongan yang akan merusaknya.

Eksistensi Jama’atul Muslimin

Pertanyaan yang amat sangat pantas diajukan kepada semua umat Muslim saat ini adalah : “Adakah Jama’atul Muslimin di dunia saat ini?”. Pertanyaan yang diajukan oleh Ustadz Hussain dalam bagian awal pembuatan buku ini dapat dijawab berdasarkan pemaparan mengenai definisi JM menurut bahasa dan syari’at yang dijelaskan sebelumnya. Sesuai dengan pengertian syar’i, maka jawaban dari pertanyaan tersebut bahwa JM tidak ada lagi di dunia sekarang ini. Yang ada saat ini hanyalah jama’ah dari sebagian kaum Muslimin (jama’atul minal muslimin) dan sebagian negara bagi sebagian kaum Muslimin. Sementara untuk JM sendiri maupun negara kaum Muslimin hingga saat ini belum ada.

Ada beberapa alasan yang menjelaskan kenapa JM saat ini tidak ada:

  1. Hadits Rasulullah Saw kepada Hudzaifah Al Yaman yang memberitahukan akan datangnya suatu zaman kepada umat Islam, di mana JM tidak muncul di tengah kehidupan umat Islam.
  2. Adanya beberapa pemerintahan yang memerintah umat Islam. Padahal dalam Islam tidak mengakui selain satu pemeirntahan yang memerintah umat Islam. Bahkan Islam memerintahkan umat Islam agar membunuh penguasa kedua secara langsung[3]. Imam Nawawi menjelaskan apabila ada seorang khalifah yang dibai’at setelah ada seorang khalifah, maka bai’at pertama itulah yang sah dan wajib ditaati. Sedangkan bai’at kedua dinyatakan bathil dan diharamkan taat kepadanya.
  3. Hadits shahih yang memberitahukan datangnya berbagai fitnah yang menimpa umat Islam sejak Rasulullah Saw wafat sampai hari kiamat.

Dari Umamah al-Bahil, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda, “Sendi-sendi Islam akan runtuh satu demi satu; setiap kali satu sendi runtuh, akan diikuti oleh sendi berikutnya. Sendi Islam yang pertama kali runtuh adalah pemerintahan, dan yang terakhir adalah shalat”(Ahmad).

  1. Puluhan ayat dan hadits yang menganjurkan persatuan dan keutuhan umat Islam, dan memerintahkan membunuh setiap orang yang berusaha merusak peraturan dan kesatuan tersebut. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Umat Islam senantiasa berpecah belah dalam berbagai kelompok yang justru menyulut pertengkaran dan permusuhan dalam tubuh umat Islam sendiri.

Penegakan pemerintahan merupakan dharurah (tuntutan) dan faridhah (kewajiban) untuk meningkatkan kualitas intelektual dan pembinaan generasi muda Muslim. Ia menjadi dharurah dan faridhah untuk menegakkan aspek-aspek kehidupan umat Islam; politik, militer, ekonomi, dan sosial, atas dasar manhaj Islami dan dengan cara  yang dikehendaki Allah SWT dan Rasul-Nya.


[1] Pada edisi terjemahan Bahasa Indonesia, mengenai tabiat jalan ini dipisahkan dalam satu bagian tersendiri.

[2] Ali Imran : 103, Ali Imron : 105, Ar Rum : 31-32, Thaha : 94,  At Taubah : 107-108, An Nisa : 59, Ali Imron : 132, dan Al Anfal : 1.

[3] Shahih Muslim dan Shahih Ahmad.





Revitalisasi Masyarakat Madinah

25 07 2009

Revitalisasi Masyarakat Madinah:

Membangun Masyarakat Ideal Islam dalam Konteks Kekinian dan Kedisinian

Permasalahan yang terus melanda ilmu-ilmu sosial hingga saat ini adalah ketidakmampuan menjelaskan apa dan bagaimana seharusnya tatanan ideal sebuah masyarakat. Civic Society, yang selama ini menjadi sebuah paradigma ideal mengenai masyarakat dalam diskursus para ahli di Barat, terus mengalami kebingungan dan distorsi konseptual ketika pemahaman itu harus diaplikasikan dalam aktifitas masyarakat riil. Walhasil, teori-teori yang dihasilkan oleh ilmu-ilmu sosial pasca Renaisans ini terbatas pada wacana yang tidak pernah membumi.

Namun, Read the rest of this entry »





Kepada Apa Kami Menyeru Manusia

16 05 2009

Ringkasan Bab Kepada Apa Kami Menyeru Manusia?- Risalah Pergerakan

===============================

Tujuan Hidup

Penulis menyampaikan bahwa ada dua hal yang mungkin menyebabkan orang lain tidak memahami apa yang disampaikan pembicara. Hal pertama adalah adanya perbedaan tolak ukur atau sudut pandang antara pendengar dan pembicara. Hal kedua adalah Read the rest of this entry »





DA’WAH KAMI

11 05 2009

ngajiBahwa tujuan, manhaj, dan seruan yang kami sampaikan harus disampaikan dengan jelas kepada seluruh manusia, agar tidak terjadi kerancuan. Karena kerancuan akan menimbulkan fitnah dikemudian hari. Sesungguhnya da’wah yang kami lakukan adalah bersih dan suci, da’wah ini tidak boleh dikotori oleh ambisi pribadi. Kecintaan kami kepada umat sesungguhnya melebihi kecintaan terhadap diri kami sendiri. Sesungguhnya keutamaan hanyalah milik Allah, kami tidak boleh merasa berjasa dengan sesuatu pun dan tidak pula menganggap diri lebih utama dibandingkan yang lain.

Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada yang dapat menyesatkannya. Dan, barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tiada yang dapat menunjukkinya. Cukuplah Allah tempat kami bergantung.

Empat Golongan:

Read the rest of this entry »





Risalah Manhaj Haraki (Bab 16-18)

19 04 2009

Pada karakteristik ke-16 ini, awalnya mengisahkan tentang surat At-Taubah ayat 1-6. Inti dari perintah tersebut adalah untuk menyatakan bahwa orang kafir tidak akan masuk surga; tidak akan ada lagi ritual di ka’bah selain dari kaum muslimin; dan tetap berlakunya perjanjian Rasulullah terhadap orang-orang kafir sampai habis masa perjanjiannya. Pernyataan tersebut disampaikan di depan orang yang berhaji saat hari Nahar. Hari nahar yaitu hari tanggal 10 Dzulhijjah. Dinamakan hari nahar (penyembelihan) karena pada hari itu dilaksanakannya penyembelihan qurban dan atau dam. Pengumuman ini memiliki makna pula bahwa mulai saat itu di seluruh negeri Arab, kelompok syirik dan keberhalaan dibubarkan.

Penulis menyampaikan bahwa hal terpenting yang harus dipahami oleh generasi muda aktivis da’wah dari peristiwa ini adalah bahwa adanya selang waktu yang cukup lama antara fathu makkah dan diterapkannya hukum-hukum Islam dalam syi’ar-syi’ar haji Read the rest of this entry »